Selasa, 01 Juli 2008

HAPPYNESS

Aku bertemu seorang peempuan. Ia mengaku bernama kesedihan. Saat kulihat ia hadir ke arahku, dan kubiarkan kami berkenalan, ternyata aku sedikit menyesal, karena ia begitu membuatku tidak nyaman. Dengan tangan kekecewaan yang menamparku tanpa ampun, dan sorot mata putus asa yang menghujam tepat dalam jantung manusiaku. Aku ingin ia pergi. Dan dengan sekuat hati aku berusaha mengusirnya. Tapi sayangnya, ia tak mudah untuk aku jauhi.

Sampai akhirnya kutemukan pula sosok yang serupa bernama bahagia. Sekilas wajah mereka sama. Awalnya aku bahkan mengira mereka adalah saudara kembar (antara kesedihan dan bahagia). Setelah sekilas aku mengenal kesedihan, dengan berusaha untuk adil, kuperkenalkan pula diriku pada bahagia. Dan... Oh Tuhan..!! Ia begitu indah, hingga akhirnya ia mengaku bahwa kesedihan adalah saudara kandungnya (tepat kan... dugaanku..?!).

Memang ada beberapa persamaan dari mereka. Kadang-kadang mereka sama-sama dapat membuatku meneteskan air mata, menjerit, bahkan melakukan hal-hal yang konyol lainnya. Tapi menurutku mereka berbeda. Itu awalnya... (Sebelum aku mengenal mereka lebih dekat lagi).

Aku selalu ingin menjauhkan diri dari kesedihan. Bagiku, sepertinya akan lebih menyenangkan saat aku bersahabat dengan temanku bahagia. Karena begitu kesedihan menyentuhku, ia selalu membuat hatiku sakit. Tapi anehnya, bahagia selalu saja membela saudaranya itu. Setiap kali bahagia datang padaku, dia selalu menceritakan tentang titik balik dari dirinya sendiri, yaitu kesedihan. Sepertinya mereka benar-benar saudara yang sangat akur,

Suatu ketika bahagia hendak pergi untuk sementara. Dia berkata padaku “Jaga dirimu baik-baik, dan tenang saja, kau tidak akan kesepian, karena saudaraku sewaktu-waktu akan datang padamu. Aku harap kita akan segera bertemu...” Lalu kukatakan padanya “Sebenarnya aku tak ingin kau pergi, daripada aku harus bersama dengan saudaramu kesedihan itu, lebih baik aku sendirian saja..”
“Katakan padaku..!! apa kau ingin mengenalku lebih jauh? Agar kau tahu jati diriku yang sebenarnya?” tanya bahagia. “Tentu saja !!” jawabku.
“Aku akan memberimu sebuah pilihan, kau akan mengenalku lebih jauh, dan dapat memilikiku selama apapun yang kau mau, asal kau beri waktu bagi saudaraku kesedihan untuk bersahabat denganmu, atau kau akan menyesal karena aku tak bisa lama berada di sisimu jika setiap saat bersamaku, kau selalu takut pada saudaraku itu.. Bagaimana?”
“Hm.. pilihan yang sangat sulit, tapi baiklah. Agar kau tahu bahwa aku benar-benar ingin kau selalu ada disisiku, aku akan mencoba saranmu, aku akan memberanikan diri untuk berada di dekat kesedihan, bahkan jika aku harus menyentuh tubuhnya.”

Awalnya aku merasa takut, ragu dan was-was saat bahagia mulai meninggalkanku, takut akan kesedihan yang aku benci. Tapi aku harus mencoba untuk menepati janjiku pada bahagia. Kubiarkan kesedihan hadir di dekatku. Meskipun kesedihan lebih sering membuatku menangis, dan selalu menyakitiku, aku mencoba untuk sabar padanya. Hingga suatu ketika aku bertanya kepadanya “Kenapa kau berbeda sekali dengan saudaramu, bahagia? Dan kenapa kau selalu membuatku sakit?”
Ia tersenyum padaku lalu menjawab “Hei... kata siapa aku selalu menyakitimu? Itu kan menurutmu. Apa kau tidak pernah sadar, bahwa kaulah yang selalu memandangku dengan cerminan dari saudaraku bahagia, Meskipun pakaian kami tak sama, meskipun bahagia tampak begitu indah bagimu, Dia tak kan pernah ada tanpa kau memandangku. Begitupun aku, kau tak akan memandang buruk aku jika bukan karena kau terlalu terpesona dengan penampilan saudaraku itu kan? Pernahkah kau menyadari bahwa sesungguhnya kami adalah saudara kembar? Jika kau memandangku seumpama sosoknya, maka aku adalah bahagia, sebaliknya jika kau selalu memandang buruk diriku, selamanya kau hanya akan mendapati bayang-bayang bahagia dari ketidak sukaanmu padaku.”
“Apa maksudmu?” tanyaku
“Sahabatku, jangan sampai kau terlalu terpesona dengan saudaraku bahagia tanpa menyadari bahwa ia punya saudara kembar yaitu aku, kesedihan. Bersyukurlah..!! dan pandanglah kami dengan adil. Jika suatu saat aku mendatangimu, maka adalah tugasku untuk megajarimu tentang jati diri bahagia, yaitu bagaimana caramu memandang diriku, seabagai dirinya, dengan begitu kau akan selalu mendapati sahabat faforitmu bahagia di dekatmu. Satu hal yang harus kau ingat, bahwa kami adalah saudara kembar...??!!”

Kurenungi kata-katanya, dan saat kucoba untuk memandang sorot mata kesedihan sebagai salah satu sisi dari bahagia, Ku dapati sahabat yang kurindukan itu memandang balik ke arahku...

Tidak ada komentar: