Selasa, 15 Juli 2008

alone...



Aku melukis sebuah rona hati dalam kata-kata. Dalam kepenatanku bersuara, dalam degup jantungku yang tak lagi berirama, dalam igauan yang meracau tanpa sadar tentang luapan jiwa.

Dari manakah datangnya sebuah ruh yang memaksaku sujud menghamba, tak hanya pada sang Kudus yang semestinya? Makhluk bernama cinta adalah jantung bagi darah Adam dan Hawa.

Oh.. aku muak dengan segala aksara. Aku bosan dengan indah majas dan metafora. Tapi aku harus bagaimana? Sedangkan setiap bait ini adalah anak sungai emosi yang mengalir pada sabda samudra hati.

Puisiku, ijinkan kau bercerita tentang jelitanya rindu, tentang semilir dan desau-desau haru akan hidupku,
Kisahku...
Nafasku,...
Langkahku...,
Matiku...,
Dan kau akan menjadi kiblat dalam kepongahan manusiawi. Agar kau mampu menghujatku, melempar cela dan sumpah, biarkan aku bicara pada kertas putih tanpa noda.

Sajakmu adalah jiwaku, Ia adalah paradise emosiku. Dan bagaimana Ia ada, aku tak pernah tahu, hanya saja goresan-goresan tinta ini adalah cermin bagi segala caci maki, dan kebencianku entah pada sosok dengan mata berkaca-kaca, atau perasaan aneh yang tak pernah kumengerti Ia apa, dan jemari yang memegang pena hingga tercipta berderet omong kosong tentang munafiknya sepi.

Pujangga itu adalah musafir dalam kedahagaannya akan pelampiasan beribu marah dan sedih, juga curiga serta prasangka. Mungkin aku adalah dia, meski hanya sementara. Ah...!! siapa yang begitu bodoh untuk menanti pagi sedang purnama sungguh indah begini?

Tidak ada komentar: