Jumat, 14 Agustus 2009

JIKA AKU BICARA CINTA




Betapa Duniaku kabur oleh prasangka dan petuah-petuah. Cinta adalah fitrah yang kadang tak disadari bahwa ia indah, bahwa ia rasa, bahwa ia ada. Dan tak kan bisa ditepis oleh betapapun munafik nafsuya nyawa. Apa yang salah dengan semua itu? Ia hadir karena aku manusia.

“Ck...ck...ck...” Terkadang aku bergumam. Dimanakah logika? Sewaktu kecewa, rindu, benci, marah, malu, ragu, bangga, sedih, dan sepasang pipi yang bersemu merah menjadi kewajaran yang maha sempurna? Dan bagaimanapun otak dangkal duniawi menelusuri titah Ilahiyah itu, tak kan bisa tertemu pangkal dan tepiannya. Karena ia bukan sebuah teori tentang sebab akibat, bukan sarkasme untuk ungkapan sedih dan bahagia, ataupun pertemuan antara benar dan salah.

Jiwaku penat, fikirku pekat kala perempuan itu bertekuk lutut pada Esa-nya sebuah rasa. Dan akan terlantun melodi-melodi asing dalam telingaku yang tuli caci, saat orang bilang bodoh, naif, gila, dan sia-sia. Bagiku ini sepetak taman Edn dengan kautsar yang mengalir di tepinya dan kasturi, serta melati yang bagai anai-anai liar melatar belakangi tarian peri-peri kecil bercengkrama. Ya... meski di dalamnya ada begitu banyak rupa dan beberapa bagian yang kau anggap tak indah tapi bagiku ia hanyalah pelangi yang tercipta untuk meronakan surgaku. Dan aku tak akan menyesal dengan semua bagian itu.

Meskipun ada yang berkata tentang tingkah yang tak semestinya, tawaku adalah saat symfony janggal itu hadir dalam kalbu. Meski kadang tawa itu berwujud pada air mata kecewa dan cemburu. Inilah kewajaran paling fatal yang menjadi kelebihan dan kelemahan insani. Yang kadang dicaci, dipuji, diserapahi, dibenci. Dan entah dinamahi apalagi dengan istilah yang mungkin tak kan terdeskripsikan oleh wacana dan bahasa.

Pada intinya, bukan penting apapun definisi dan oase atau prosa gubahan pujangga, Karena Ia adalah cahaya yang menghidupi jiwa yang tak kan pernah sanggup terdeskripsikan kelemahan dan keterbatasan aksara.

Tidak ada komentar: